Sumber ilustrasi: Pixabay
25 Juni 2025 14.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [25.6.2025] Gencatan senjata antara Iran dan Israel tampaknya masih bertahan hingga hari Selasa, meskipun sempat terguncang oleh pelanggaran sepihak dan pertukaran serangan terbatas. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyuarakan kekecewaannya terhadap kedua pihak yang disebutnya telah “berperang begitu keras dan lama” seakan sudah tidak tahu lagi apa yang mereka lakukan.
Konflik yang telah memasuki hari ke-12 ini menyulut kekhawatiran global, terutama setelah keterlibatan militer AS dalam bentuk serangan ke fasilitas nuklir Iran. Meski Israel mengklaim keberhasilan dalam menghancurkan kekuatan nuklir Iran, informasi dari Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) menyebut bahwa efek dari serangan tersebut hanya bersifat sementara.
Ketegangan meningkat ketika setelah gencatan senjata diumumkan, Israel menuduh Iran meluncurkan dua rudal ke wilayah udaranya. Meskipun Iran membantah tuduhan tersebut, sistem pertahanan Israel disebut berhasil mencegat kedua rudal tersebut. Di tengah kekacauan itu, Trump tetap menegaskan bahwa gencatan senjata masih berlaku dan tidak akan ada serangan lebih lanjut dari pihak AS.
Kedua belah pihak mengklaim kemenangan parsial. Akan tetapi korban jiwa yang terus bertambah serta meningkatnya kerusakan infrastruktur memperlihatkan bahwa gencatan senjata hanyalah jeda rapuh dalam siklus kekerasan yang terus berlangsung.
Presiden Trump, dalam pernyataannya sebelum keberangkatan ke KTT NATO, secara blak-blakan menyebut bahwa kedua negara telah gagal mematuhi kesepakatan damai. Trump, yang biasanya membela Israel tanpa syarat, kali ini juga mengkritik Tel Aviv dan memperingatkan bahwa AS tidak akan melanjutkan intervensi militer jika konflik bereskalasi.
Pernyataan ini diikuti oleh unggahan di platform Truth Social, di mana Trump menyatakan bahwa semua pesawat tempur Israel akan “berbalik arah” dan gencatan senjata kembali diberlakukan. Pernyataan ini dikonfirmasi oleh kantor Netanyahu yang menyebut bahwa Israel menahan serangan lanjutan setelah berbicara langsung dengan Trump.
Akan tetapi laporan intelijen dari Defense Intelligence Agency (DIA) menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas serangan AS. Dinyatakan bahwa program nuklir Iran hanya mengalami kemunduran selama beberapa bulan, bukan kehancuran total seperti yang diklaim Trump. Gedung Putih pun langsung menyanggah laporan ini, menyebutnya “benar-benar salah,” mencerminkan adanya konflik narasi di internal pemerintahan AS.
Sementara itu, Iran menyatakan posisinya tetap kuat. Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, menyebut Republik Islam tetap “bangga dan teguh” menghadapi serangan gabungan AS-Israel dan menegaskan bahwa satu-satunya jalan keluar adalah melalui diplomasi dan dialog, bukan perang.
Dalam beberapa hari terakhir, ketegangan militer telah menyebabkan korban sipil yang signifikan. Di Iran, lebih dari 974 orang tewas menurut laporan kelompok Human Rights Activists. Dari jumlah itu, 387 merupakan warga sipil. Sementara di Israel, 28 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 1.000 luka-luka. Serangan rudal Iran ke Beersheba menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa di wilayah permukiman padat.
Situasi ini semakin diperumit oleh tindakan balasan Iran terhadap pangkalan militer AS di Qatar. Meski serangan tidak menimbulkan korban karena AS telah menerima peringatan, aksi tersebut menunjukkan bahwa Iran mampu dan siap untuk membalas secara terbatas sambil tetap menjaga ruang diplomasi terbuka.
Lebih jauh, dampak potensial dari konflik ini terhadap ekonomi global tidak bisa diabaikan. Kekhawatiran terbesar muncul atas kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dunia. China, sebagai mitra dagang terbesar Iran, mengecam tindakan AS dan memperingatkan bahaya “spiral eskalasi.” Di sisi lain, Trump justru mengindikasikan bahwa ekspor minyak Iran akan tetap berlangsung, demi menghindari lonjakan harga energi global.
Perkembangan lainnya menunjukkan bahwa meskipun retorika konfrontatif terus berlangsung, pembicaraan diplomatik sudah mulai digagas. Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, mengungkapkan bahwa AS dan Iran telah memulai diskusi awal, baik secara langsung maupun melalui perantara, untuk melanjutkan perundingan terkait program nuklir Iran dan menyebut proses ini sebagai proses yang “menjanjikan.”
Akan tetapi pelanggaran gencatan senjata tetap terjadi. Iran dituduh meluncurkan rudal ke Israel, sementara Israel terus melakukan serangan udara yang salah satunya menewaskan ilmuwan nuklir Mohammad Reza Sedighi Saber di Iran utara. Ketidakjelasan posisi Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, juga menambah spekulasi mengenai arah strategi Iran ke depan.
Meski gencatan senjata secara teknis masih berlaku, realitas di lapangan menunjukkan bahwa situasi tetap sangat rapuh. Retorika politis dan tindakan militer dari kedua pihak menunjukkan minimnya kepercayaan dan kesiapan untuk berdamai secara permanen. Trump, yang sebelumnya mendukung aksi militer, kini tampak lebih berhati-hati, mungkin karena tekanan politik domestik dan kekhawatiran terhadap stabilitas pasar global.
Konflik ini telah menyebabkan ratusan korban jiwa dan menciptakan ketegangan geopolitik yang besar. Jika gencatan senjata benar-benar bertahan dan negosiasi dilanjutkan, hal ini bisa menenangkan pasar global, menjaga pasokan minyak tetap lancar, dan menghindari inflasi energi yang bisa memicu resesi.
Bila gencatan senjata gagal dan perang berlanjut, dampaknya terhadap ekonomi global akan sangat signifikan. Harga minyak dapat melonjak drastis, investor akan menjauhi aset-aset berisiko, dan ketidakpastian akan mengguncang pasar finansial dunia. Negara-negara berkembang, khususnya yang bergantung pada impor energi, akan menjadi pihak paling terdampak.
Krisis ini menegaskan bahwa solusi militer hanya memberikan penundaan, bukan penyelesaian. Dunia kini menunggu apakah diplomasi dapat mengubah jeda yang rapuh ini menjadi perdamaian yang nyata dan berkelanjutan.
Diolah dari artikel:
“Ceasefire between Israel and Iran appears to hold as Trump vents frustration with both sides” oleh Jon Gambrell, David Rising, Melanie Lidman dan Sam Mednick