Sumber ilustrasi: Freepik
1 Oktober 2025 09.10 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [01.10.2025] Peningkatan suhu global akibat perubahan iklim telah memperbesar risiko paparan panas ekstrem bagi manusia. Fenomena ini tidak hanya meningkatkan kenyamanan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa. Para peneliti menyebutkan bahwa meski tubuh manusia memiliki sistem pendinginan internal yang efisien melalui keringat, terdapat ambang batas fisiologis yang tidak bisa dilampaui tanpa konsekuensi fatal. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan penting: seberapa panas suhu yang benar-benar tidak bisa ditahan oleh tubuh manusia?
Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances pada tahun 2020, batas tertinggi suhu yang dapat ditahan tubuh manusia ditentukan oleh ukuran yang disebut wet-bulb temperature atau suhu basah, yaitu sekitar 95 derajat Fahrenheit (35 derajat Celsius). Suhu ini tidak sama dengan suhu udara biasa yang dilaporkan oleh stasiun cuaca, melainkan menggabungkan antara panas dan kelembapan. Pengukuran dilakukan dengan termometer yang dibungkus kain basah, menggambarkan seberapa efektif tubuh bisa mendinginkan diri melalui penguapan keringat.
Suhu basah menjadi sangat penting karena kelembapan tinggi membuat penguapan keringat menjadi tidak efektif. Artinya, meskipun suhu udara tidak ekstrem, kombinasi dengan kelembapan bisa mempercepat akumulasi panas dalam tubuh.
Contoh nyata dari fenomena ini dapat dilihat saat suhu udara berada di angka 102°F (38.9°C) dengan kelembapan relatif 77%. Kombinasi ini menghasilkan suhu basah sekitar 95°F (35°C), yang sudah masuk kategori sangat berbahaya bagi manusia.
Menurut peneliti dari NASA Jet Propulsion Laboratory, Colin Raymond, suhu basah yang mendekati atau melampaui suhu tubuh (sekitar 98.6°F atau 37°C) membuat sistem pendinginan tubuh menjadi tidak efektif. Dalam kondisi seperti itu, meskipun seseorang tetap berkeringat, penguapan tidak cukup untuk mencegah suhu internal meningkat, dan hal ini dapat menyebabkan hipertermia.
Saat suhu internal tubuh meningkat melewati 104°F (40°C), kondisi disebut sebagai heat stroke, yang ditandai dengan gejala serius seperti detak jantung cepat, disorientasi, halusinasi, kulit gatal, hingga kehilangan kesadaran. Meski suhu basah 95°F tidak menyebabkan kematian seketika, diperkirakan paparan selama sekitar tiga jam dalam kondisi tersebut sudah cukup untuk memicu kematian. Namun, para ilmuwan mengakui bahwa belum ada cara pasti untuk menentukan waktu pasti bertahan hidup karena eksperimen langsung pada manusia dalam kondisi ekstrem semacam itu tidak etis.
Selain itu, para peneliti menyatakan bahwa batas 95°F bukan angka absolut. Estimasi realistis menyebutkan bahwa ambang batas suhu basah yang tak bisa ditoleransi bisa berada di rentang antara 93.2°F (34°C) hingga 97.7°F (36.5°C).
Peran sistem pendingin seperti AC menjadi sangat krusial dalam menghadapi suhu ekstrem. Akan tetapu, akses terhadap pendingin ini tidak merata. Di beberapa wilayah dengan suhu tinggi, ketersediaan dan keandalan listrik masih menjadi masalah. Data dari studi sebelumnya menunjukkan bahwa wilayah seperti Lembah Sungai Indus di Pakistan dan pesisir selatan Teluk Persia sudah pernah mencatat suhu basah mendekati atau mencapai 95°F, meskipun hanya dalam durasi singkat.
Diolah dari artikel:
“What’s the hottest temperature the human body can endure?” oleh Marilyn Perkins dan Tyler Santora.
Link: https://www.livescience.com/hottest-temperature-people-can-tolerate.html