Desanomia [18.3.2025] Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kesulitan memenuhi kebutuhan pangan hari ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung di masa depan. Studi yang dilakukan oleh Northwestern Medicine menemukan bahwa orang dewasa muda yang mengalami ketidakamanan pangan memiliki risiko 41% lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit jantung di usia paruh baya, bahkan setelah mempertimbangkan faktor demografis dan sosial-ekonomi.
Ketidakamanan pangan — kondisi di mana seseorang kesulitan memperoleh makanan bergizi yang cukup untuk menjaga kesehatan — merupakan masalah serius yang berdampak pada 1 dari 8 rumah tangga di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Menurut Dr. Jenny Jia, instruktur bidang pengobatan internal umum dan pencegahan di Northwestern University Feinberg School of Medicine sekaligus internis di Northwestern Medicine, temuan ini menunjukkan bahwa ketidakamanan pangan tidak hanya berhubungan erat dengan penyakit jantung, tetapi justru mendahului kemunculan penyakit tersebut. Ia menegaskan bahwa kondisi ini menjadi target yang jelas untuk upaya pencegahan. Jika ketidakamanan pangan dapat diatasi sejak dini, maka risiko penyakit jantung di kemudian hari berpotensi berkurang secara signifikan.
Penelitian ini dijadwalkan akan dipublikasikan pada Rabu, 12 Maret di jurnal JAMA Cardiology.
Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan temuan tersebut, Dr. Jia dan timnya menganalisis data dari penelitian jangka panjang bernama Coronary Artery Risk Development in Young Adults (CARDIA). Studi ini telah meneliti kelompok orang dewasa kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat sejak pertengahan 1980-an.
Para peneliti mengidentifikasi peserta yang melaporkan mengalami ketidakamanan pangan pada periode 2000-2001, saat mereka berusia 30-an hingga pertengahan 40-an. Kemudian, mereka membandingkan kondisi kesehatan kelompok ini selama 20 tahun berikutnya dengan kelompok lain yang memiliki akses pangan yang lebih stabil.
Dari total 3.616 peserta, hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mengalami ketidakamanan pangan memiliki risiko 41% lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan kelompok yang memiliki akses pangan yang memadai. Selama periode penelitian, 11% dari individu dengan ketidakamanan pangan mengalami penyakit jantung, dibandingkan dengan hanya 6% pada mereka yang memiliki akses pangan yang cukup.
Menurut Dr. Jia, hasil ini memberikan jawaban atas perdebatan lama terkait hubungan sebab-akibat antara ketidakamanan pangan dan penyakit jantung. Ia menjelaskan bahwa selama ini terdapat pertanyaan yang belum terjawab, yakni apakah ketidakamanan pangan yang menyebabkan penyakit jantung, atau justru penyakit jantung yang memperburuk kondisi ekonomi seseorang hingga menyebabkan ketidakamanan pangan akibat biaya pengobatan yang tinggi. Dengan mengikuti kelompok ini selama lebih dari dua dekade, Dr. Jia dan timnya mampu membuktikan bahwa ketidakamanan pangan secara signifikan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, terlepas dari faktor lainnya.
Penelitian ini juga mencatat bahwa pada awal studi, peserta yang mengalami ketidakamanan pangan cenderung lebih banyak berasal dari kelompok kulit hitam dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang memiliki ketahanan pangan.
Pentingnya Skrining untuk Ketidakamanan Pangan
Temuan ini menyoroti pentingnya peran tenaga kesehatan dalam mendeteksi dan menindaklanjuti kondisi ketidakamanan pangan pada pasien. Dr. Jia menekankan bahwa tenaga medis, khususnya di layanan kesehatan primer seperti dokter umum, dokter anak, dan dokter keluarga, memiliki peran kunci dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami masalah ini.
Ia juga menambahkan bahwa layanan kesehatan seperti unit gawat darurat dan spesialisasi lain seperti kardiologi juga dapat berperan penting dalam proses deteksi ini. Proses skrining tersebut, menurutnya, dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui pertanyaan dari perawat, asisten medis, atau melalui formulir yang diisi langsung oleh pasien.
Dr. Jia menegaskan bahwa semakin sering skrining dilakukan, semakin baik pula potensi untuk mendeteksi dan mengatasi masalah ini. Namun, ia juga menyoroti bahwa tantangan berikutnya adalah bagaimana membantu pasien yang telah teridentifikasi mengalami ketidakamanan pangan. Ia menilai bahwa perlu ada strategi yang lebih baik untuk memberikan bantuan setelah pasien diketahui memiliki masalah ini. Menurutnya, langkah yang dapat diambil mencakup menghubungkan pasien dengan pekerja sosial yang dapat merujuk mereka ke program komunitas yang sudah ada atau mengembangkan intervensi yang dapat dijalankan langsung oleh sistem layanan kesehatan.
Langkah Selanjutnya
Sebagai tindak lanjut, Dr. Jia dan timnya berencana untuk terus meneliti kelompok peserta tersebut guna memahami dampak jangka panjang dari ketidakamanan pangan terhadap kesehatan kardiovaskular. Penelitian lanjutan ini dinilai penting untuk mengidentifikasi bagaimana dampak awal yang muncul di usia muda dapat berkembang seiring bertambahnya usia.
Dr. Jia mengaku terkejut melihat tingginya kasus penyakit jantung pada kelompok usia yang relatif muda, yaitu mereka yang belum mencapai usia 65 tahun. Hal ini dianggap mengejutkan karena penyakit jantung umumnya lebih sering dikaitkan dengan kelompok usia lanjut. Menurutnya, temuan ini mengindikasikan bahwa dampak buruk dari ketidakamanan pangan terhadap kesehatan dapat muncul lebih awal dari yang selama ini diperkirakan.
Lebih lanjut, Dr. Jia menjelaskan bahwa tim peneliti berencana untuk mengkaji kembali kelompok peserta tersebut saat mereka memasuki usia 80 tahun. Kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana hubungan antara ketidakamanan pangan dan penyakit jantung berkembang dalam jangka panjang.
Dalam penelitiannya, Dr. Jia menilai bahwa faktor-faktor seperti pola makan yang tidak seimbang, konsumsi makanan bernutrisi rendah akibat keterbatasan keuangan, dan tingginya tingkat stres akibat kondisi ekonomi yang sulit dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan risiko penyakit jantung. Faktor-faktor ini berpotensi mempercepat munculnya masalah kesehatan bahkan sebelum individu mencapai usia lanjut.
Selain itu, penelitian lanjutan ini juga akan berupaya menyoroti apakah individu yang berupaya memperbaiki kondisi ketahanan pangannya di kemudian hari dapat mengurangi atau memperlambat risiko terkena penyakit jantung. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan yang lebih kuat bagi para profesional kesehatan untuk mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif, khususnya bagi kelompok rentan yang menghadapi ketidakamanan pangan.
Dr. Jia berharap bahwa melalui penelitian ini, para pembuat kebijakan dan institusi kesehatan dapat lebih memahami pentingnya intervensi dini terhadap masalah ketahanan pangan. Ia menilai bahwa pendekatan ini tidak hanya akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup individu, tetapi juga berpotensi mengurangi beban ekonomi akibat tingginya biaya pengobatan penyakit jantung di masa depan. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/03/250312124020.htm