Krisis Iklim Ancam Masa Depan Anak Muda

Sumber ilustrasi: pixabay

10 Mei 2025 07.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [10.5.2025] Penelitian yang dipimpin oleh ilmuwan iklim dari Vrije Universiteit Brussel (VUB) mengungkapkan bahwa jutaan anak muda saat ini akan mengalami paparan bencana iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang hidup mereka. Di bawah kebijakan iklim saat ini, generasi yang lahir di tahun 2020 diperkirakan akan menghadapi peningkatan tajam dalam kejadian seperti gelombang panas, gagal panen, banjir sungai, kekeringan, kebakaran hutan, dan badai tropis. Jika suhu global naik hingga 3,5°C pada tahun 2100, sebanyak 92% anak-anak yang lahir tahun 2020—setara dengan 111 juta anak—akan menghadapi paparan ekstrem terhadap gelombang panas. Namun, apabila target Perjanjian Paris sebesar 1,5°C dapat dicapai, maka sekitar 49 juta anak dari kelompok ini bisa dilindungi dari risiko tersebut.

Data ini hanya mencerminkan satu kelompok usia kelahiran. Jika diperluas ke seluruh anak-anak yang saat ini berusia antara 5 hingga 18 tahun, maka totalnya mencapai 1,5 miliar anak yang berisiko terdampak di bawah skenario 3,5°C. Sementara itu, 654 juta anak dapat terhindar dari paparan ekstrem jika batas suhu dijaga tetap di bawah 1,5°C. Penelitian juga menyoroti bahwa anak-anak dengan kerentanan sosial ekonomi tinggi memiliki kemungkinan lebih besar mengalami paparan iklim ekstrem dalam hidup mereka. Oleh karena itu, pemotongan emisi gas rumah kaca secara signifikan menjadi kebutuhan mendesak untuk melindungi kehidupan anak-anak di seluruh dunia.

Peneliti mengonfirmasi bahwa intensifikasi kejadian iklim ekstrem, termasuk gelombang panas, gagal panen, banjir sungai, siklon tropis, kebakaran hutan, dan kekeringan, merupakan konsekuensi dari pemanasan atmosfer yang berkelanjutan. Anak-anak saat ini diperkirakan akan mengalami lebih banyak kejadian ekstrem daripada generasi mana pun sebelumnya. Dalam studi tahun 2021, tim yang sama telah menunjukkan peningkatan paparan ekstrem bagi anak-anak, terutama di negara berpenghasilan rendah. Kini, pendekatan mereka berfokus pada paparan kumulatif seumur hidup terhadap kejadian iklim ekstrem, yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan iklim pra-industri.

Dalam kajian tersebut, definisi “hidup yang belum pernah terjadi sebelumnya” merujuk pada situasi di mana kemungkinan seseorang mengalami jumlah kejadian ekstrem seperti itu dalam iklim tanpa perubahan iklim buatan manusia adalah kurang dari satu dalam sepuluh ribu. Batas ini berbeda berdasarkan lokasi geografis dan jenis bencana iklim. Dengan menggabungkan data demografi dan proyeksi model iklim, para peneliti menghitung persentase dari setiap generasi yang lahir antara 1960 hingga 2020 yang kemungkinan besar akan mengalami paparan ekstrem selama hidup mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seseorang, semakin besar kemungkinan mereka mengalami paparan ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan jika pemanasan global berhasil dibatasi pada 1,5°C, sebanyak 52% anak-anak yang lahir pada tahun 2020 masih akan menghadapi gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, dibandingkan dengan hanya 16% dari mereka yang lahir pada tahun 1960. Dampaknya paling terasa bagi mereka yang lahir setelah tahun 1980, ketika skenario perubahan iklim mulai menentukan tingkat paparan secara signifikan.

Paparan terhadap kejadian ekstrem lain juga meningkat. Dengan batas suhu 1,5°C, 855 juta anak berusia 5–18 tahun akan mengalami paparan gelombang panas ekstrem. Di bawah skenario 2,7°C dan 3,5°C, jumlahnya meningkat masing-masing menjadi 1,35 miliar dan 1,51 miliar anak. Untuk gagal panen, angka tersebut adalah 316 juta (1,5°C), 400 juta (2,7°C), dan 431 juta anak (3,5°C). Anak-anak yang akan terdampak kebakaran hutan adalah 119 juta (1,5°C), 134 juta (2,7°C), dan 147 juta (3,5°C). Untuk kekeringan, jumlahnya adalah 89 juta (1,5°C), 111 juta (2,7°C), dan 116 juta (3,5°C), sedangkan untuk banjir sungai adalah 132 juta (1,5°C), 188 juta (2,7°C), dan 191 juta anak (3,5°C). Terakhir, untuk siklon tropis, jumlahnya adalah 101 juta (1,5°C), dan tetap 163 juta untuk skenario 2,7°C dan 3,5°C.

Penelitian ini juga menggarisbawahi ketidakadilan sosial dalam dampak perubahan iklim. Di bawah kebijakan iklim saat ini, 95% anak-anak yang tergolong paling rentan secara sosial ekonomi dan lahir pada tahun 2020 diperkirakan akan mengalami paparan gelombang panas ekstrem, dibandingkan dengan 78% dari kelompok yang paling tidak rentan. Kondisi ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki sumber daya paling terbatas justru menghadapi risiko paling besar.

Menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Brasil, negara-negara diminta untuk menyerahkan komitmen iklim terbaru mereka. Berdasarkan kebijakan saat ini, pemanasan global diperkirakan akan mencapai 2,7°C pada akhir abad ini. Penelitian ini, bersama dengan laporan dari Save the Children, menegaskan bahwa upaya menjaga pemanasan tetap di bawah 1,5°C sangat penting demi masa depan anak-anak di seluruh dunia.

CEO Save the Children International menyatakan bahwa anak-anak di seluruh dunia kini menanggung beban dari krisis yang bukan mereka sebabkan. Mereka menghadapi panas berbahaya yang mengancam kesehatan dan pendidikan, badai yang menghancurkan rumah dan sekolah, serta kekeringan yang menyebabkan kelangkaan pangan. Ia menekankan bahwa masih ada harapan jika masyarakat internasional bertindak cepat dan ambisius dalam membatasi pemanasan global serta menempatkan anak-anak sebagai pusat dari respons terhadap perubahan iklim.

Sementara itu, profesor utama dari VUB menyimpulkan bahwa dengan emisi global yang terus meningkat dan suhu bumi hanya 0,2°C lagi dari ambang batas 1,5°C, para pemimpin dunia harus mengambil tindakan segera untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meringankan beban iklim yang ditanggung generasi muda saat ini.

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Vrije Universiteit Brussel (VUB), Environment and Climate Change Canada, KU Leuven, Royal Meteorological Institute of Belgium (RMI), dan ETH Zurich.

Buah Pikiran

Paparan anak-anak terhadap kejadian iklim ekstrem bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga persoalan kemanusiaan dan keadilan sosial. Fakta bahwa generasi muda, khususnya mereka yang paling rentan, akan mengalami beban perubahan iklim yang tidak pernah terjadi sebelumnya mencerminkan kegagalan global dalam mengelola krisis ini secara adil. Kebijakan iklim yang tidak ambisius akan menghasilkan ketimpangan antargenerasi yang tajam, menempatkan anak-anak hari ini pada risiko yang seharusnya bisa dicegah.

Sehingga langkah konkret harus diambil bukan hanya melalui komitmen internasional, tetapi juga melalui kebijakan nasional yang mengedepankan transisi energi bersih, keadilan iklim, dan investasi dalam perlindungan anak. Mengamankan masa depan generasi muda bukanlah suatu opsi, namun kewajiban moral dan strategis untuk keberlangsungan umat manusia di tengah tantangan krisis iklim global. (NJD)

Sumber: ScienceDaily

Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/05/250507125838.htm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *