Mimpi Mengalirnya Air di Peru

Desanomia [22.3.2025] Ibu kota Peru, Lima, yang dihuni lebih dari 10 juta orang, merupakan kota terbesar kedua di dunia yang terletak di kawasan gurun setelah Kairo. Lima berbatasan dengan Samudra Pasifik di satu sisi dan Pegunungan Andes di sisi lainnya, dengan tiga sungai yang mengalir melintasinya serta memiliki lapisan air tanah. Akan tetapi, hujan sangat jarang terjadi di wilayah ini.

Berdasarkan data dari Institut Nasional Statistik dan Ilmu Komputer, lebih dari 635.000 penduduk Lima tidak memiliki akses ke air bersih mengalir. Banyak dari penduduk ini tinggal di pemukiman informal yang terletak di dataran tinggi di atas kota, di mana jaringan air dan saluran pembuangan tidak menjangkau wilayah tersebut. Truk tangki berwarna biru datang membawa air secara gratis seminggu sekali, terkadang lebih jarang, ke beberapa bagian wilayah San Juan de Miraflores di selatan kota. Air tersebut kemudian ditampung di drum-drum besar yang ditempatkan di sepanjang jalanan berdebu.

Sayangnya wadah-wadah tersebut jauh dari standar kebersihan yang baik. Catalina Naupa, seorang warga berusia 59 tahun di San Juan de Miraflores bercerita bahwa mereka sering mengalami kram perut dan migrain dan juga terdapat cacing di dasar tangki. Terdapat juga waktu dimana truk-truk tersebut tidak datang sama sekali, seperti di musim dingin karena jalanan menjadi sangat berlumpur hingga tidak bisa dilewati. Naupa mengaku hanya mencuci pakaian sekali seminggu atau bahkan dua minggu sekali demi menghemat air.

Nicolas Reyes, yang bekerja untuk perusahaan penyedia air kota, Sedapal, mengatakan bahwa pihaknya memasok sekitar satu meter kubik air (setara dengan 260 galon) per keluarga setiap minggu. Jumlah tersebut kira-kira setara dengan 30 liter (delapan galon) air per orang per hari—jauh di bawah standar minimum 50-100 liter yang direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tahun demi tahun, Sedapal terus khawatir ia harus melakukan pembatasan air ketika musim hujan tiba, dengan harapan waduk-waduk di Peru dapat terisi penuh, ujar Jeremy Robert dari Institut Penelitian Pembangunan di Prancis.

Dunia yang Berbeda

Antonio Ioris, seorang profesor geografi di Universitas Cardiff di Wales yang meneliti hubungan antara populasi dan isu lingkungan di Amerika Latin mengatakan bawah perubahan iklim akan memengaruhi ketersediaan air di pegunungan dan mengurangi aliran sungai. Akan tetapi, menurutnya berkurangnya cadangan air bukanlah masalah utama. dirinya menegaskan bahwa akses masyarakat miskin terhadap air berada sangat rendah dalam daftar prioritas para pembuat kebijakan. Dirinya menambahkan bahwa situasi di pinggiran Lima bukan hanya disebabkan oleh kurangnya perencanaan kota, tetapi juga karena masalah di daerah pedesaan yang memaksa orang bermigrasi ke kota.

Di sepanjang jalan tanah di beberapa wilayah San Juan de Miraflores, tangga beton mengarah ke lokasi yang lebih sulit dijangkau, sehingga truk pembawa air tidak dapat mencapai daerah tersebut. Warga yang tinggal di sana berusaha bertahan sebisa mungkin dan rata-rata harus membayar enam kali lipat dari biaya air yang dibayar oleh mereka yang terhubung ke jaringan air kota, menurut data pemerintah.

Di salah satu kawasan puncak bukit di San Juan de Miraflores, sebuah drum air menghalangi anak tangga terakhir yang menuju ke apa yang tampak seperti “dunia lain”. Di atas puncak tersebut, terdapat tembok beton setinggi dua meter dan sepanjang 10 kilometer yang dikenal dengan sebutan “Tembok Malu”. Tembok ini memisahkan San Juan de Miraflores dari wilayah kaya di sisi lainnya dengan tujuan untuk mencegah warga miskin memasuki kawasan tersebut.

Melalui celah di tembok itu, tampak vegetasi hijau subur di Santiago de Surco, sebuah kawasan di Lima dengan tingkat konsumsi air tertinggi, yaitu 200 liter per orang per hari menurut Sedapal. Di sisi lain tembok tersebut, terbentang rumput hijau yang tebal disiram dengan air murni dan dimana orang-orang beristirahat di bawah pepohonan yang rindang. Cristel Mejia, seseorang yang mengelola dapur umum di sisi tembok yang lebih miskin mengatakan Surco terlihat seperti “dunia lain”.

Buah Pikiran

Terdapat sebuah isu kemanusiaan sangat penting yang patut diperhatikan, yaitu krisis air bersih di Lima, Peru. Kondisi yang digambarkan dalam di sini sangat mencerminkan kesenjangan sosial dan kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar penduduk di wilayah pinggiran kota Lima, Peru, yang sangat bergantung pada akses air bersih. Tidak hanya soal kualitas air yang buruk dan tidak terjamin kebersihannya, tetapi juga masalah aksesibilitas yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Menarik untuk dicatat bahwa, meskipun Lima berada di wilayah yang terletak di kawasan gurun dengan cadangan air tanah yang cukup, distribusi air yang tidak merata antara kawasan kaya dan miskin menciptakan jurang perbedaan yang signifikan.

Di sisi lain, kondisi yang tercipta tidak hanya terkait dengan masalah geografis atau perubahan iklim, tetapi lebih mendalam pada persoalan sosial dan ketidakadilan dalam perencanaan kota dan kebijakan pemerintah. Dinding pemisah yang disebut sebagai “Tembok Malu” bukan hanya fisik, namun suatu simbol ketidaksetaraan yang memperburuk ketimpangan tersebut. Melihat kenyataan ini, kita tak hanya sekadar mengkritik buruknya distribusi sumber daya, namun juga memikirkan perlunya kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat yang kurang mampu dan lebih mengedepankan keadilan sosial dalam hal akses terhadap kebutuhan dasar seperti air.

Isu ini tidak hanya berkaitan dengan masalah kota besar atau negara berkembang, tetapi juga sebagai gambaran lebih luas tentang bagaimana globalisasi dan perubahan sosial mempengaruhi akses terhadap sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak bagi setiap orang. Keberadaan “dunia lain” yang digambarkan di Surco, dengan tingkat konsumsi air yang sangat tinggi, menggarisbawahi ketimpangan yang nyata, dan hal ini seharusnya menjadi bahan refleksi tentang bagaimana kita memandang keadilan sosial dalam konteks konsumsi dan distribusi sumber daya. (NJD)

Sumber: france24

Link: https://www.france24.com/en/live-news/20250320-in-poor-areas-of-peru-s-capital-running-water-is-a-dream

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *