Sumber ilustrasi: Pixabay
17 Oktober 2025 12.40 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [17.10.2025] Budidaya padi, sebagai sumber pangan utama bagi lebih dari 3,5 miliar orang di dunia, selama ini membawa konsekuensi besar bagi lingkungan dan ekonomi. Tanaman ini dikenal sebagai salah satu yang paling boros dalam penggunaan sumber daya, terutama pupuk nitrogen. Pupuk yang tidak diserap tanaman akan mencemari perairan dan menyebabkan kerusakan lingkungan seperti eutrofikasi dan zona mati. Selain itu, proses produksinya juga menyumbang emisi gas rumah kaca yang signifikan.
Dalam konteks ini, efisiensi penggunaan nitrogen (nitrogen use efficiency/NUE) menjadi perhatian penting. Rata-rata tanaman hanya menyerap sekitar 40-60% nitrogen dari pupuk yang diberikan, sementara pada padi angka ini bisa serendah 30%. Artinya, mayoritas pupuk yang digunakan tidak hanya mubazir secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan masalah lingkungan serius. Meningkatkan NUE menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan produksi pangan global yang terus meningkat, sekaligus mengurangi dampak terhadap iklim.
Upaya untuk mencari solusi atas permasalahan ini dilakukan oleh tim peneliti dari University of Massachusetts Amherst dan Jiangnan University di Tiongkok. Mereka menemukan bahwa dengan menerapkan selenium dalam skala nano secara langsung ke tanaman padi, sejumlah manfaat signifikan dapat dicapai. Penerapan ini terbukti tidak hanya meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen, tetapi juga menurunkan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kandungan gizi hasil panen.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences ini menunjukkan bahwa selenium nano yang disemprotkan ke daun dan batang padi dapat mengurangi dampak lingkungan dari pemupukan nitrogen hingga 41%. Selain itu, pendekatan ini meningkatkan manfaat ekonomi sebesar 38,2% per ton beras jika dibandingkan dengan metode pertanian konvensional. Penerapan dilakukan menggunakan drone yang menyemprotkan larutan selenium nano ke tanaman di sawah, memungkinkan penyerapan langsung oleh jaringan tanaman.
Selenium memiliki peran penting dalam meningkatkan fotosintesis tanaman. Dalam percobaan, peningkatan fotosintesis lebih dari 40% tercatat setelah penerapan selenium nano. Hasil dari peningkatan ini adalah penyerapan COâ‚‚ yang lebih besar dan produksi karbohidrat yang meningkat. Karbohidrat tersebut mendorong pertumbuhan akar, yang kemudian menghasilkan senyawa organik untuk mendukung mikroba tanah yang menguntungkan. Mikroba inilah yang berperan dalam menyerap nitrogen dan amonium dari tanah secara lebih efisien.
Efek domino dari proses tersebut menjadikan NUE meningkat dari 30% menjadi 48,3%. Pada saat yang sama, emisi gas seperti dinitrogen oksida dan amonia ke atmosfer berkurang antara 18,8% hingga 45,6%. Selain meningkatkan hasil panen, biji padi yang dihasilkan juga menunjukkan peningkatan kadar protein, asam amino esensial, serta selenium, menjadikannya lebih bergizi.
Tim peneliti juga menemukan bahwa dengan penggunaan selenium nano, jumlah pupuk nitrogen yang dibutuhkan dapat dikurangi hingga 30%. Ini menjadi temuan yang sangat penting mengingat budidaya padi saat ini menyumbang 15–20% dari total penggunaan nitrogen global. Artinya, pendekatan ini berpotensi besar dalam menekan penggunaan pupuk skala global dan memberikan dampak positif terhadap upaya mitigasi perubahan iklim.
Temuan ini memberikan harapan baru dalam mewujudkan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan tanpa mengorbankan produktivitas. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap pupuk nitrogen serta meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, penggunaan selenium skala nano menjanjikan lompatan teknologi yang dapat menjawab tantangan pertanian modern. Dampaknya tidak hanya terbatas pada keuntungan ekonomi bagi petani, tetapi juga pada pelestarian lingkungan global.
Jika diterapkan secara luas, teknologi ini dapat membantu dunia dalam menghadapi tekanan tiga serangkai: pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan beban ekonomi akibat praktik pertanian intensif. Penelitian ini menandai langkah maju dalam integrasi teknologi nano ke dalam praktik pertanian konvensional dan membuka jalan bagi inovasi berkelanjutan yang lebih luas di masa depan.
Diolah dari artikel:
“A Tiny Mineral May Hold the Secret to Feeding Billions Sustainably” oleh University of Massachusetts Amherst.
Note: This article was made as part of a dedicated effort to bring science closer to everyday life and to inspire curiosity in its readers.
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/09/250924012230.htm