Negara Manakah yang Mampu Mandiri Pangan Penuh?

Sumber ilustrasi: freepik

5 Juni 2025 09.00 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [05.6.2025] Pernahkan anda terpikir, apakah ada negara di dunia ini yang tanpa menggunakan perdagangan internasional, dapat memenuhi kebutuhan primer dari warganya? Dari sebuah studi terbaru mengungkapkan fakta mencengangkan: dari 186 negara di dunia, ternyata hanya satu negara yang mampu sepenuhnya memberi makan rakyatnya sendiri tanpa bantuan perdagangan internasional. Temuan ini menjadi sebuah cermin terkait dengan kerentanan sistem pangan global, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan perubahan iklim.

Penelitian ini dilakukan oleh ilmuwan dari Universitas Göttingen, Jerman, dan Universitas Edinburgh, Skotlandia. Mereka menganalisis data produksi pangan global dan menilai apakah negara-negara tersebut mampu memenuhi kebutuhan gizi penduduknya dalam tujuh kelompok makanan utama, termasuk biji-bijian, sayuran, buah, daging, susu, minyak, dan kacang-kacangan.

Hasilnya cukup mengejutkan, yakni hanya terdapat satu negara, Guyana, yang merupakan negara kecil di Amerika Selatan, yang dinyatakan mampu mandiri secara penuh dalam ketujuh kategori makanan tersebut. Dengan populasi yang relatif kecil dan lahan pertanian yang luas, Guyana berhasil mencapai swasembada pangan total, suatu pencapaian langka di dunia modern.

Sementara itu, negara-negara besar seperti China dan Vietnam menempati posisi berikutnya dengan kemampuan produksi pangan dalam enam dari tujuh kategori. Ini berarti bahkan negara dengan sektor pertanian besar pun masih bergantung pada impor untuk setidaknya satu kelompok pangan.

Lebih lanjut, studi ini menunjukkan bahwa hanya satu dari tujuh negara yang mampu memenuhi kebutuhan dalam lima kategori atau lebih, dan lebih dari sepertiga negara hanya bisa swasembada di dua kelompok makanan atau kurang. Bahkan terdapat enam negara, yakni Afghanistan, Uni Emirat Arab, Irak, Makau, Qatar, dan Yaman, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi sendiri dalam satu pun kategori pangan yang digunakan di atas.

Kondisi ini semakin kompleks saat dianalisis pada tingkat regional atau blok ekonomi. Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), misalnya, hanya mampu mandiri dalam kategori daging, sedangkan blok-blok di Afrika Barat dan Karibia hanya mampu memenuhi dua dari tujuh kebutuhan pangan. Menariknya, tidak ada satu pun blok ekonomi yang mampu menghasilkan cukup sayuran untuk seluruh populasinya.

Dalam realitas ini, perdagangan internasional menjadi tulang punggung sistem pangan global. Negara-negara mengandalkan ekspor-impor untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan, serta untuk menyediakan variasi nutrisi bagi warganya. Akan tetapi banyak negara sangat bergantung pada satu mitra dagang utama, dengan lebih dari 50% impor pangan berasal dari satu negara saja.

Ketergantungan semacam ini menimbulkan risiko besar  terutama jika mitra dagang mengalami krisis, konflik, atau memberlakukan pembatasan ekspor. Gangguan pada satu titik dalam rantai pasok bisa berdampak luas ke harga dan ketersediaan pangan global.

Para peneliti menekankan bahwa kerja sama antarnegara dan keberagaman jaringan perdagangan sangat krusial untuk menjaga kestabilan pangan dunia. Langkah-langkah seperti perang tarif, embargo, atau proteksionisme berlebihan justru memperburuk ketahanan pangan global.

Jonas Stehl, ekonom pembangunan dari Universitas Göttingen mengatakan bahwa perdagangan pangan internasional dan kerja sama global sangat penting untuk menjamin pola makan yang sehat dan berkelanjutan. Akan tetapi, ketergantungan yang terlalu besar pada satu sumber impor dapat membuat negara sangat rentan. Oleh karenanya pembangunan rantai pasok pangan yang tangguh adalah kebutuhan mendesak untuk kesehatan publik dan stabilitas sosial.

Temuan ini menggambarkan kerentanan struktural dalam sistem pangan dunia, bahkan di negara-negara kaya atau maju. Ketersediaan pangan bukan hanya soal teknologi pertanian atau luas lahan, tapi juga soal diversifikasi produksi, ketahanan pasokan, dan kerja sama antarnegara. Penting untuk dilihat bahwa apa yang kita konsumsi setiap hari sangat bergantung pada jaringan global yang rumit dan rentan. Krisis pangan di satu belahan dunia bisa berdampak langsung pada harga di pasar lokal.

Dari sisi kebijakan nasional, pemerintah perlu lebih serius mengembangkan kemandirian pangan lokal, terutama di kategori-kategori yang selama ini diimpor besar-besaran. Inovasi pertanian, perlindungan petani lokal, dan pengurangan limbah makanan adalah kunci memperkuat ketahanan nasional. Berita ini memberi pesan kuat tentang pentingnya konsumsi pangan lokal, mendukung petani kecil, serta berpartisipasi dalam gerakan ketahanan pangan berbasis komunitas, seperti urban farming dan koperasi pangan.

Di tengah ketidakpastian global, membangun kemandirian pangan bukan hanya soal logistik, tapi juga soal kedaulatan, keadilan, dan keberlanjutan. Studi ini seharusnya menjadi pemantik diskusi dan aksi nyata mengenai ketahanan pangan dari masing masing negara, agar ketergantungan bisa dihilangkan pada akhirnya. (NJD)

Sumber: ScienceAlert

Link: https://www.sciencealert.com/just-one-nation-produces-enough-food-for-itself-scientists-reveal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *