Perempuan Amerika Terancam Beban Ekonomi Akibat Kebijakan Tarif Trump

sumber ilustrasi: unsplash

21 Apr 2025 15.50 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [21.4.2025] Dalam rangka memperingati Hari Kartini, yang mengingatkan kita pada perjuangan perempuan untuk kesetaraan, muncul sebuah tantangan baru bagi perempuan Amerika. Pemerintahan Donald Trump baru saja memberlakukan kebijakan tarif yang diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan, khususnya bagi perempuan. Gelombang tarif baru ini berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat, terutama perempuan yang menjadi mayoritas dalam kelompok berpendapatan rendah.

Kebijakan tarif ini dikenakan pada barang-barang impor, yang biasanya akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Menurut laporan dari Yale Budget Lab, tarif yang baru diberlakukan dapat meningkatkan tarif efektif menjadi hampir 33%, yang merupakan angka tertinggi sejak 1872. Kenaikan tarif ini diperkirakan akan menyebabkan inflasi lebih dari 2% dalam jangka pendek dan berdampak pada kerugian konsumsi per rumah tangga yang mencapai antara $3.400 hingga $4.200.

Namun, efek dari kebijakan tarif ini tidak dirasakan secara merata di masyarakat. Sebuah studi oleh U.S. International Trade Commission pada tahun 2018 menunjukkan bahwa tarif cenderung lebih banyak dikenakan pada barang-barang yang digunakan oleh perempuan, seperti pakaian dan produk-produk pribadi lainnya. Misalnya, tarif untuk pakaian perempuan pada 2022 diperkirakan sebesar 16,7%, sementara pakaian pria hanya dikenai tarif sebesar 13,6%. Dengan AS yang merupakan pengimpor pakaian terbesar di dunia, disparitas tarif ini menciptakan beban tambahan bagi perempuan, yang diperkirakan mencapai sekitar $2,77 miliar setiap tahunnya.

Selain itu, perempuan di Amerika lebih rentan secara ekonomi. Mereka tercatat 35% lebih mungkin hidup dalam kemiskinan dibandingkan pria dan membentuk 69% dari pekerja bergaji minimum. Ditambah dengan adanya kesenjangan upah gender dan tarif yang lebih tinggi pada produk-produk perempuan, beban ekonomi yang mereka rasakan semakin berat. Gresser, salah satu penulis studi dari Progressive Policy Institute, menyoroti bahwa kelompok perempuan, terutama ibu tunggal, sangat terdampak oleh kebijakan ini. Keluarga dengan orang tua tunggal, yang 90% dipimpin oleh perempuan, menghabiskan sekitar 40% penghasilannya untuk membeli barang-barang kebutuhan. Sebaliknya, kelompok 10% rumah tangga dengan penghasilan tertinggi hanya mengalokasikan sekitar 20% penghasilannya untuk kebutuhan yang sama.

Sebagai respons terhadap masalah ini, dua anggota DPR dari Partai Demokrat, Lizzie Fletcher dari Texas dan Brittany Pettersen dari Colorado, telah mengusulkan sebuah undang-undang untuk memerintahkan Departemen Keuangan AS untuk mempelajari dan melaporkan dampak dari tarif terhadap perempuan. Mereka menegaskan bahwa penting untuk memahami bagaimana tarif ini memengaruhi harga yang dibayar konsumen, terutama perempuan, yang sudah sering menghadapi ketidaksetaraan dalam banyak aspek kehidupan.

Buah Pikiran

Pengenaan tarif yang lebih tinggi pada produk perempuan menunjukkan adanya ketidakadilan yang harus segera ditangani. Kebijakan seperti ini memperburuk ketimpangan ekonomi yang sudah ada, terutama bagi perempuan yang merupakan mayoritas dari kelompok berpendapatan rendah. Ketika tarif ini diperkenalkan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kelompok perempuan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan reformasi yang lebih adil dalam kebijakan perdagangan.

Selain itu, ketidaksetaraan yang ditimbulkan oleh tarif ini bukan hanya soal keadilan ekonomi, tetapi juga mencerminkan kegagalan kebijakan yang tidak sadar akan dampaknya terhadap gender. Kebijakan tarif harus melihat secara mendalam dampaknya terhadap kelompok yang lebih rentan seperti perempuan, yang sering kali terjebak dalam ketidaksetaraan struktural. Tarif yang lebih tinggi pada barang-barang perempuan akan memperburuk kesenjangan yang sudah ada dalam masyarakat.

Dengan semakin banyaknya bukti yang menunjukkan ketidakadilan dalam kebijakan ini, perlu didorong adanya suatu reformasi kebijakan perdagangan dan pajak yang lebih sensitif terhadap isu gender. Tarif ini harus dievaluasi kembali untuk memastikan bahwa kebijakan publik tidak semakin memperburuk ketidaksetaraan yang dihadapi perempuan. Selamat Hari Kartini dan semoga perjuangan beliau terus menginspirasi kita untuk memperjuangkan kesetaraan di semua sektor, termasuk dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan, demi tercapainya dunia yang lebih adil bagi perempuan di seluruh dunia. (NJD)

Sumber: Forbes

Link: https://www.forbes.com/sites/erinspencer1/2025/04/02/how-trumps-new-tariffs-will-hurt-womens-wallets/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *