Perubahan Iklim Mengancam Nilai Gizi Tanaman Pangan

Sumber ilustrasi: Freepik

17 Juli 2025 11.15 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [17.07.2025] Di tengah upaya global untuk meningkatkan ketahanan pangan, sebuah studi terbaru mengungkap dampak tersembunyi dari perubahan iklim, yaitu adanya penurunan kualitas gizi tanaman pangan (Crops). Penelitian yang dipresentasikan dalam Konferensi Tahunan Society for Experimental Biology di Antwerp, Belgia, menunjukkan bahwa meningkatnya kadar karbon dioksida (CO₂) di atmosfer dan suhu global dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, namun juga menurunkan kandungan nutrisi penting dalam tanaman pangan, khususnya sayuran hijau seperti bayam dan kale.

Isu ini sangat relevan mengingat banyak penelitian sebelumnya lebih menyoroti kuantitas hasil panen ketimbang kualitasnya. Akan tetapi dengan meningkatnya risiko malnutrisi dan penyakit tidak menular, pemahaman akan kandungan gizi dalam pangan menjadi semakin penting untuk menunjang kesehatan masyarakat di masa depan.

Penelitian yang dipimpin oleh Jiata Ugwah Ekele dari Liverpool John Moores University, Inggris, memfokuskan kajian pada bagaimana interaksi antara peningkatan suhu dan kadar CO₂ dapat memengaruhi mekanisme fisiologis tanaman. Dalam simulasi iklim masa depan Inggris, tanaman-tanaman seperti kale, rocket, dan bayam ditanam dalam ruang tumbuh dengan kondisi suhu dan kadar CO₂ yang dikontrol secara cermat.

Selama masa pertumbuhan, tanaman dianalisis melalui indikator fotosintetik seperti fluoresensi klorofil dan hasil kuantum. Setelah panen kandungan gizi tanaman diukur menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan analisis fluoresensi sinar-X. Hasil awal menunjukkan bahwa meskipun tanaman tumbuh lebih cepat dan besar di bawah paparan CO₂ tinggi, dimana nilai gizinya justru mengalami penurunan signifikan, terutama dalam kandungan mineral penting seperti kalsium serta senyawa antioksidan.

Lebih lanjut, kombinasi paparan suhu tinggi dengan CO₂ justru memperparah dampak ini. Tanaman menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat, ukuran yang lebih kecil, dan kandungan gizi yang semakin menurun. Menariknya, respons terhadap tekanan iklim ini bervariasi antar jenis tanaman, menandakan bahwa dampak perubahan iklim terhadap gizi tidak bisa disamaratakan dan perlu dikaji per spesies.

Dampak dari fenomena ini sangat luas. Peningkatan kadar gula akibat CO₂ bisa menyebabkan penurunan protein dan antioksidan penting. Hal ini berpotensi memicu pola konsumsi yang tinggi kalori tetapi miskin nutrisi. Risiko kesehatan pun meningkat, mulai dari obesitas, diabetes tipe 2, hingga melemahnya sistem kekebalan tubuh, terutama di populasi yang sudah rentan secara ekonomi dan kesehatan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan iklim membawa dampak kompleks yang melampaui sekadar gagal panen atau kekeringan. Perubahan iklim juga mengubah komposisi dasar pangan yang kita konsumsi. Ketika pangan tampak melimpah secara kuantitas, nilai gizinya justru terancam terkikis. Ini menjadi tantangan besar bagi kesehatan global, terutama di negara-negara berkembang yang bergantung pada pertanian lokal.

Upaya lintas sektor antara ilmuwan pertanian, ahli gizi, pembuat kebijakan, dan komunitas global dibutuhkan untuk membangun sistem pangan yang tidak hanya produktif, tetapi juga bergizi dan berkelanjutan. Jika dilihat dalam konteks adaptasi iklim, makanan bukan lagi sekadar sumber energi, namun sebagai pilar penting untuk kesehatan masyarakat dan daya tahan sosial-ekonomi. Penelitian sejenis ini dapat membuka jalan bagi pendekatan yang lebih holistik dalam merancang kebijakan pangan masa depan.

Diolah dari artikel:
“Bigger crops, fewer nutrients: The hidden cost of climate change”

Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/07/250709091658.htm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *