Tentang Durian

15 Apr 2025 09.00 WIB – Akar
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Apakah anda tergolong pribadi yang tidak mengenal buah durian. Atau sebaliknya, anda adalah pribadi penggemar durian. Jika kita boleh menggunakan Wikipedia sebagai rujukan popular, maka disana akan dijumpai penjelasan sederhana bahwa durian (sebagian kita menyebut duren) adalah tanaman tropis yang datang dari wilayah Asia Tenggara, dan dikatakan tumbuh di seluruh Sumatera. Bentuk bulat, lonjong, dan ada pula yang tidak beraturan. Kulit keras berduri. Daging buah punya beberapa warna, tergantung jenis, ada putih, kuning gading, kuning pucat, dan beberapa warna lainnya. Tekstur lunak. Rasa manis dan aroma yang menyengat tajam. Deskripsi ini tentu bisa sangat beragam. Namun demikian itulah kira-kira deskripsi umum, dari buah yang dikatakan bukan spesies tunggal, tetapi sekelompok tumbuhan dari genus durio – (catt: genus adalah pengelompokan taksonomi dalam klasifikasi biologi yang berada di atas spesies, tetapi di bawah famili). Adapun yang biasa dikonsumsi adalah jenis durio zibenthinus. Wiki menambahkan jenis durian lain yang ditemui sebagai buah local, seperti lai (D. kutejensis), kerantungan (D. oxleyanus), durian kura-kura atau kekura (D. graveolens), serta lahung (D. dulcis).

Uraian ini tidak hendak membahas lebih rinci hal-ihwal tentang durian, baik dari optik biologi, ataupun dari optik ekonomi. Kita mengandaikan sebagian besar telah mengerti buah durian, baik karena mempelajari atau mungkin telah menjadi penggemar utama dari buah durian. Meskipun ada sebagian dari kita yang tidak suka, dan bahkan menghindari bertemu dengan buah durian. Apa yang hendak dibahas di sini adalah pengetahuan (umum) tentang durian. Kita hendak menyusun lima tahap mengetahui durian, yakni:

  • Pertama, pengetahuan tentang durian diterima melalui narasi, dengan berbagai bentuknya, seperti cerita, buku-buku atau mungkin bahan kuliah biologi. Pada tahap ini, tidak ada informasi lain selain “cerita tentang durian”. Tidak ada foto, lukisan atau gambar, yang memvisualkan durian. Yang ada tidak lebih dari deskripsi.
  • Kedua, tahap ini lebih dari tahap pertama, karena telah melengkapi pengetahuan dengan foto, gambar atau lukiskan realistik, bahkan mungkin video. Namun, subyek pembelajar tidak melihat langsung buah durian. Semua masih merupakan cerita tentang durian, yang telah disertai penampilan visual dari durian.
  • Ketiga, lebih dari tahap kedua, subyek telah punya kesempatan langsung melihat atau dapat dikatakan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Durian telah hadir dihadapan subyek. Namun masih berjarak. Walaupun mungkin telah sangat dekat, tetapi subyek belum menyentuhnya.
  • Keempat, lebih maju dari tahap ketiga, karena pada tahap ini, subyek pembelajar telah menyentuhnya, membuka dan dapat merasakan tekstur dari daging buah, juga telah bisa mendekatkan daging buah ke hidung, sehingga dapat dicium aroma menyengat dari dekat. Pengetahuan dari tahap pertama hingga tahap ketiga, dilengkapi dengan pengalama bersentuhan langsung.
  • Kelima, buah durian tidak saja disentuh, akan tetapi dimakan dengan antusias. Kita menyebut tahap ini adalah tahap dimana pengetahuan bertransformasi menjadi “pengalaman” (hal dialami). Segala cerita tentang rasa, tekstur dan aroma, berinteraksi tidak dalam “teks buku”, melainkan langsung di dalam mulut. Suatu peristiwa yang tidak dijumpai pada empat tahap sebelumnya.

Apa makna dari kelima tahap tersebut? Jika kacamata publik boleh digunakan, untuk secara sederhana melakukan refleksi, barangkali akan dapat ditemukan suatu peristiwa yang menunjukkan bahwa pengetahuan bukan sekedar entitas abstrak yang netral dan mengambang, melainkan sesuatu yang nampaknya berakar dalam “realitas”, bertumbuh dalam tempat yang dihidupi, dan berbentuk sebagai pengalaman yang dialami dan dijalani. Apabila sudut pandang ini dapat digunakan, maka durian (mungkin) bukan sekedar objek pengetahuan atau buah eksotik, tetapi “peristiwa keberadaan” di mana tubuh, dunia, dan makna bertemu. Untuk memahami lebih jauh, kita dapat memperdalam kelima tahap tersebut:

Satu. Durian sebagai peristiwa keberadaan. Durian dalam uraian ini, bukan sekadar buah. Namun dapat dikatakan sebagai peristiwa pengetahuan yang memanggil keterlibatan total dari subyek: 1. tidak hanya dipahami oleh akal budi, 2. disentuh oleh tubuh, 3. dirasakan oleh pancaindra, 4. ditanggapi oleh rasa batin, dan 5. ditarik ke dalam relasi sosial dan budaya. Pesta durian, sebagai contoh, adalah peristiwa komunitas: ada tawa, keengganan, kenangan, dan percakapan. Dalam masyarakat yang menanam dan merawat pohon durian, buah itu bukan hanya “makanan”, tetapi bagian dari musim, dari ritme hidup, dari “kekuatan spriritual” tempat itu sendiri. Maka durian menjadi pengetahuan yang tumbuh dari tempat—bukan produk distribusi global, tetapi ekspresi dari tanahair yang menyuplainya.

Dua. Dari abstrak ke relasional. Pengetahuan tentang durian bisa diperoleh secara instan: melalui artikel daring, video, ulasan kuliner atau bahan kuliah. Tapi pengetahuan semacam itu, dalam kerangka uraian ini dapat dikatakan sebagai pengetahuan tanpa “rumah” (realitas sosio-ekologi setempat). Ia tidak tumbuh dari tanahair, tidak melewati musim, tidak dibentuk oleh relasi. Akan sangat berbeda dengan subyek yang hidup di desa penghasil durian, pengetahuan tentang durian adalah pengetahuan yang mengakar, antara lain: tahu kapan durian akan gugur bukan karena prediksi ilmiah, tapi karena membaca angin, cuaca, dan tanda-tanda yang diberikan pohon; tahu cara menyimpan durian, cara membaginya, bahkan cara berakrab-ria dengannya—karena semua itu dihidupi, bukan (hanya) dipelajari; dan tahu bau mana yang pertanda busuk dan mana yang matang sempurna—karena tubuhnya sudah dilatih oleh kehidupan itu sendiri. Dalam batas-batas tertentu, kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan tentang durian bukan entitas netral, tapi perpanjangan dari kehidupan itu sendiri.

Tiga. Durian sebagai Model Pengetahuan “Berumah”. Kelima tahapan di atas, dapat disusun sebagai matrik berikut ini:

Inilah pengetahuan yang tidak berhenti di pemahaman, tapi menjadi bagian dari keberadaan. Kita tidak hanya tahu durian, kita menjadi seseorang yang tahu melalui durian. Dan ini hanya mungkin jika pengetahuan itu berakar dalam tempat yang dihidupi.

Tiga aspek yang diperoleh dari lima tahap di atas, mungkin hanya sebagian dari berbagai aspek lainnya, yang menggambarkan kompleksitas sistem pengetahuan dan kedudukannya dalam realitas. Kita bisa memperdalam refleksi dengan mengkaitkannya dengan desa (realitas sosio-ekologi setempat). Jika kita pergi ke desa, besar kemungkinan durian tidak hanya menjadi objek, tetapi bagian dari ekosistem makna. Dalam desa, durian hadir dalam cerita masa kecil, dalam mitos tentang pohon keramat, dalam batas-batas waktu panen, dalam etika berbagi, dalam ekonomi keluarga. Artinya, durian tidak bisa dipahami sepenuhnya tanpa memahami tempatnya. Kesemuanya itu, dapat memberikan pelajaran pada kita bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang harus dihidupi terlebih dahulu, karena hanya dari keberadaan yang dijalani, makna sejati bisa tumbuh. Artinya, durian bukan hanya buah. Namun pelajaran tentang pengetahuan itu sendiri: bahwa untuk tahu, kita harus menyentuh, mencium, merasakan, dan membuka diri pada dunia. Durian bukan hanya tentang rasa—tetapi tentang cara kita berada di dunia. [Desanomia – 15.4.25 – TM]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *