Desanomia [13.3.2025]. Pola waktu dalam dunia biologis memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Fenomena seperti bunga yang mekar di musim semi, kawanan serangga yang berkembang biak saat musim panas, atau ulat yang menetas bertepatan dengan tumbuhnya tanaman inangnya merupakan bagian dari pola biologis yang teratur, dikenal sebagai fenologi.
Fenologi berakar pada siklus musim, tetapi dengan perubahan iklim yang kian nyata, para peneliti mulai menemukan gangguan pada pola waktu biologis ini, yang dapat berdampak pada keseimbangan ekosistem.
Cuaca Ekstrem dan Gangguan Fenologi
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change menyoroti bahwa fenomena cuaca ekstrem — seperti gelombang panas, cuaca dingin mendadak, curah hujan berlebih, dan kekeringan — dapat mengganggu pola biologis tersebut.
Penelitian yang dipimpin oleh Daijiang Li, ahli ekologi dari Universitas Arizona, ini berfokus pada bagaimana cuaca ekstrem memengaruhi waktu terbang kupu-kupu dan ngengat, serta waktu berbunga tanaman di Amerika Serikat.
Li menyoroti bahwa meskipun cuaca ekstrem secara nyata memengaruhi sistem biologis, fenomena ini kerap diabaikan dalam studi yang lebih banyak menyoroti perubahan iklim jangka panjang, seperti tren suhu tahunan atau curah hujan rata-rata. Menurutnya, makhluk hidup cenderung merespons kondisi lingkungan yang terjadi secara langsung daripada pola iklim jangka panjang.
Penelitian tersebut menemukan bahwa meskipun suhu rata-rata berperan penting dalam mengatur waktu peristiwa biologis pada tanaman dan serangga, cuaca ekstrem ternyata memiliki pengaruh yang tidak kalah signifikan.
Li dan rekan-rekannya menekankan bahwa pemahaman tentang peristiwa cuaca ekstrem sangat penting untuk memperkirakan bagaimana fenologi tanaman dan hewan akan berubah di masa depan.
Data dari iNaturalist dan Catatan Cuaca
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, tim peneliti menganalisis data yang dikumpulkan oleh sukarelawan melalui aplikasi iNaturalist — platform yang memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan spesies tumbuhan dan hewan dengan foto yang diunggah ke basis data.
Data ini kemudian dikombinasikan dengan catatan cuaca harian yang dicatat sejak tahun 1980 hingga 2022. Peneliti meninjau sekitar 581 spesies tanaman berbunga dan 172 spesies kupu-kupu dan ngengat (ordo Lepidoptera) yang diamati antara tahun 2016 hingga 2022.
Penelitian ini juga menelaah pola persebaran spesies tersebut serta bagaimana cuaca ekstrem memengaruhi fenologi tanaman dan serangga tersebut.
Ancaman bagi Hubungan Simbiosis
Peneliti menemukan bahwa salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan dari gangguan fenologi adalah potensi rusaknya hubungan simbiosis antara spesies yang saling bergantung, seperti tanaman yucca (jenis tanaman yang tumbuh di daerah kering seperti gurun di Amerika Utara dan Amerika Tengah) dan ngengat yucca.
Ngengat yucca yang berwarna putih memiliki hubungan yang sangat erat dengan bunga yucca. Ngengat dewasa menghabiskan sebagian besar hidupnya di bunga tersebut, di mana ia membantu proses penyerbukan. Sebagai imbalannya, tanaman yucca menyediakan makanan bagi larva ngengat tersebut.
Namun, jika larva ngengat menetas terlalu awal akibat gelombang panas di awal musim semi, mereka berisiko mati jika suhu kembali normal atau jika terjadi cuaca dingin mendadak. Hal serupa terjadi pada tanaman; jika bunga mekar lebih awal karena suhu yang lebih hangat, mereka menjadi lebih rentan terhadap embun beku yang terjadi di akhir masa pertumbuhan.
Peneliti memperingatkan bahwa ketidaksesuaian waktu ini dapat berdampak buruk pada populasi serangga penyerbuk sekaligus menurunkan hasil penyerbukan pada tanaman.
Respon yang Berbeda Antara Tanaman dan Serangga
Penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun tanaman dan serangga sering menunjukkan respons yang serupa terhadap cuaca ekstrem, ada pula perbedaan yang mencolok.
Misalnya, saat terjadi cuaca dingin mendadak pada musim semi, kupu-kupu dan ngengat cenderung muncul lebih awal dari biasanya. Sebaliknya, waktu berbunga tanaman tidak banyak berubah. Perbedaan ini berisiko memutus siklus interaksi antara kedua kelompok organisme tersebut.
Menurut para peneliti, ketidaksesuaian ini berpotensi menyebabkan gangguan besar bagi populasi tanaman dan serangga, yang pada akhirnya dapat memengaruhi keseimbangan ekosistem secara lebih luas.
Implikasi bagi Ekosistem dan Masa Depan
Li dan rekan-rekannya — Michael Belitz, Lindsay Campbell, dan Robert Guralnick dari Universitas Florida di Gainesville — berharap bahwa memasukkan data cuaca ekstrem ke dalam model iklim akan membantu para ilmuwan dalam memprediksi gangguan pada waktu biologis ini dan dampaknya terhadap ekosistem.
Campbell menambahkan bahwa penelitian ini berpotensi memberikan wawasan penting tidak hanya bagi upaya konservasi, tetapi juga bagi keamanan pangan global.
Sementara itu, Guralnick menilai bahwa pemahaman mengenai dampak cuaca ekstrem terhadap serangga dan tanaman masih berada pada tahap awal. Namun, menurutnya, penelitian ini menjadi langkah penting dalam memahami dampak perubahan iklim terhadap keseimbangan ekosistem serta dalam mengembangkan strategi mitigasi dan adaptasi yang lebih efektif. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link:
https://www.sciencedaily.com/releases/2025/03/250305172236.htm
https://news.arizona.edu/news/yucca-and-moth-how-extreme-weather-impacts-timing-biological-events