Sumber ilustrasi: freepik
11 Juni 2025 15.15 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
[11.6.2025] Terkadang untuk menemukan misteri yang menarik kita tidak perlu sampai ke reruntuhan dari masa lalu atau bahkan luar angkasa, namun justru hanya melihat sekitar kita. Salah satu contoh adalah mengapa bayi baru lahir yang tak bisa bicara, membaca, atau berjalan, justru tahu persis ke mana harus bergerak untuk menyusu? Pertanyaan yang tampak sederhana ini ternyata menyingkap lapisan dalam dari naluri mamalia, dan dalam dua studi berbeda, para ilmuwan mengungkap bahwa jawaban atas misteri ini ternyata bukan hanya “naluri,” tetapi juga kehangatan (dalam makna termal) dan “aroma unik” dari sang ibu.
Dari sebuah studi dari Italia yang dipublikasikan pada Juli 2017 di jurnal Acta Paediatrica mengungkapkan bahwa puting ibu menjadi lebih hangat dibanding kulit sekitarnya setelah persalinan dan hal ini membantu bayi menemukan sumber ASI. Dengan mengukur suhu puting 41 wanita yang baru melahirkan, peneliti mendapati bahwa suhu puting naik antara 0.5 hingga 0.6°C lebih hangat daripada temperatu sekitarnya, tepat pada hari pertama dan kedua setelah kelahiran.
Yang menarik, suhu bibir bayi justru lebih dingin dibanding dahinya yang menciptakan selisih rata-rata suhu sebesar 1.7°C antara puting ibu dan bibir bayi. Perbedaan suhu ini kemungkinan menjadi “petunjuk termal” yang secara alami membimbing bayi menuju puting, suatu fenomena yang dikenal sebagai breast crawl.
Akan tertapi bukan hanya suhu yang menjadi faktor. Studi ini juga menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat kemungkinan memperkuat aroma alami dari puting, yang memang diketahui dapat menarik perhatian bayi baru lahir.
Lebih awal, pada Oktober 2012, tim dari The Scripps Research Institute dalam jurnal Current Biology memublikasikan temuan mengejutkan dari riset pada tikus. Para ilmuwan menduga bahwa penciuman terhadap feromon khas menjadi pemicu menyusu. Akan tetapi mereka menemukan bahwa bukan feromon tunggal, melainkan campuran aroma unik tiap induk yang dipelajari bayi tikus sesaat setelah lahir menjadi pemicu awal menyusu.
Mereka menghilangkan susu, air liur, dan aroma lain dari lingkungan bayi tikus. Ditemukan bahwa ternyata hanya campuran aroma air ketuban spesifik milik sang ibu yang bisa memicu respons menyusu. Bahkan ketika aroma ini dimodifikasi dengan zat asing, seperti vanilin, respons menyusu menghilang. Artinya, tidak ada satu senyawa kimia universal yang memicu perilaku menyusu pada semua bayi, melainkan campuran khas yang dikenali secara sangat awal dalam hidup.
Lebih jauh, mekanisme ini melibatkan proses belajar dalam waktu yang sangat singkat sesaat setelah lahir. Jadi, meski menyusu terlihat sebagai naluri, pemicunya ternyata adalah perpaduan antara faktor genetik dan pengalaman sensorik awal.
Temuan dari kedua studi ini menunjukkan bahwa perilaku menyusu yang tampak sebagai naluri murni sebenarnya bergantung pada interaksi sensorik yang sangat spesifik, seperti perbedaan suhu dan aroma khas dari tubuh ibu. Temuan ini menegaskan pentingnya memberikan kesempatan pada bayi baru lahir untuk melakukan kontak langsung dengan tubuh ibu sesegera mungkin setelah persalinan. Kontak ini tidak hanya membangun ikatan emosional, tetapi juga menyediakan sinyal biologis penting bagi keberhasilan menyusui alami.
Pemahaman ini dapat berimplikasi besar bagi praktik klinis maupun kebijakan perawatan neonatal. Dalam situasi medis atau sosial di mana menyusui alami menghadapi tantangan, pendekatan berbasis stimulasi aroma dan kehangatan mungkin dapat dikembangkan sebagai alternatif atau pendukung. Di sisi lain, temuan ini juga memperluas pengertian kita tentang bagaimana pengalaman awal kehidupan membentuk perilaku: bahwa bahkan tindakan yang tampak “otomatis” seperti menyusu, ternyata dipicu oleh rangsangan yang dipelajari dalam waktu yang sangat sempit. Ini mengingatkan kita bahwa hubungan antara ibu dan bayi sejak awal adalah suatu dialog biologis yang halus namun sangat menentukan. Kedua studi ini menunjukkan bahwa memahami perilaku dasar seperti menyusu tidak hanya penting secara biologis, tetapi juga membuka pemahaman baru tentang relasi antar bayi dan ibunya.
Apakah kemampuan bayi tersebut merupan “insting”, atau merupakan suatu “pengetahuan”? (NJD)
Sumber: Livescience, ScienceDaily
Link:
https://www.livescience.com/59847-newborns-breastfeeding-temperature.html
https://www.sciencedaily.com/releases/2012/10/121004121546.htm