Dampak Perang Dagang terhadap Pendidikan

sumber ilustrasi: unsplash

2 Mei 2025 10.30 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [02.5.2025] Kebijakan tarif dagang Presiden Donald Trump mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan sekolah dan orang tua, seiring potensi lonjakan harga kebutuhan pokok seperti makanan dan perlengkapan sekolah. Ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang, khususnya dengan China, menyebabkan banyak pihak pendidikan menghadapi dilema anggaran yang semakin kompleks.

Meski pemerintahan Trump sempat menunda pemberlakuan tarif timbal balik selama 90 hari bagi sebagian besar negara, tarif tetap sebesar 10 persen masih diberlakukan untuk mayoritas produk impor. Yang paling mencolok adalah kenaikan tarif sebesar 145 persen untuk barang-barang dari China. Situasi ini membuat perencanaan keuangan jangka pendek maupun panjang di dunia pendidikan menjadi semakin sulit.

Mantan pendidik dan administrator pendidikan, Karl Rectanus, menyebut bahwa dampak tarif akan terasa luas, mulai dari biaya makan siswa hingga kebutuhan teknologi sekolah yang umumnya telah berusia lima tahun sejak pembelian besar-besaran pada masa pandemi. Rectanus menjelaskan bahwa ketidakpastian tarif menimbulkan kebingungan tentang waktu terbaik untuk melakukan pengadaan, apakah harus dilakukan segera atau menunggu, karena tidak jelas apakah tarif akan tetap tinggi, diturunkan, atau justru naik lagi.

Sebagian besar anggaran distrik sekolah, sekitar 90 persen, dialokasikan untuk pengeluaran besar seperti transportasi dan gaji tenaga pendidik. Hanya sekitar 10 persen yang tersedia untuk kurikulum, makanan, dan bahan ajar. Dalam kondisi ini, pihak sekolah terpaksa mencari penghematan di sektor non-esensial untuk menutupi lonjakan biaya akibat tarif impor.

Kondisi juga diperburuk oleh ketidakstabilan pasar keuangan. Ketua Federal Reserve Jerome Powell baru-baru ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan harga yang semakin tinggi sepanjang tahun akibat kebijakan tarif ini. Hal ini memicu ketegangan antara lembaga moneter dan Gedung Putih, menyusul ancaman Trump untuk memecat Powell—langkah yang menurut kepala bank sentral itu tidak sah secara hukum.

Kekhawatiran juga datang dari para pemasok kebutuhan sekolah. Wakil Presiden bidang kebijakan anak dan pendidikan dari SIIA, Sara Kloek, mengatakan bahwa perubahan harga dan tarif yang tidak konsisten membuat produsen dan distributor kesulitan menetapkan harga akhir untuk pelanggan mereka, termasuk sekolah. Bahkan untuk barang-barang sederhana seperti kertas, pensil, dan krayon pun terdampak oleh kebijakan ini.

Banyak pihak juga mencemaskan efek jangka panjang, termasuk pada program sekolah musim panas dan persiapan tahun ajaran baru di musim gugur. Kloek menambahkan bahwa orang tua kemungkinan besar akan menghadapi harga perlengkapan sekolah yang lebih mahal saat musim belanja sekolah dimulai, mengingat produk yang dibutuhkan mungkin terkena tarif impor yang masih berlaku.

Buah Pikiran

Kebijakan tarif tinggi yang diambil pemerintahan Trump tampak lebih mengedepankan kepentingan negosiasi dagang global dibanding dampaknya terhadap sektor domestik yang paling rentan, yakni pendidikan. Dalam iklim ketidakpastian ini, sekolah dan orang tua berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, terjebak antara kebutuhan mendesak dan fluktuasi harga yang tak menentu.

Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak riil dari kebijakan ekonomi terhadap kesejahteraan anak-anak dan keberlangsungan pendidikan. Ketika beban ekonomi ditimpakan secara tidak langsung kepada institusi pendidikan dan keluarga, maka kebijakan tersebut berisiko menciptakan kesenjangan baru dan memperlambat pembangunan sumber daya manusia di masa depan. (NJD)

Sumber: The Hill

Link: https://thehill.com/homenews/education/5256292-schools-parents-trump-trade-war-trump-tariffs/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *