Perubahan Pola Makan Berpotensi Melemahkan Kanker Otak Mematikan?

Sumber ilustrasi: Pixabay

17 September 2025 13.05 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [17.09.2025] Glioblastoma adalah bentuk kanker otak yang paling agresif dan mematikan. Hingga kini, pengobatan yang tersedia seperti kemoterapi dan radiasi hanya mampu memperpanjang hidup pasien dalam hitungan bulan. Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan glioblastoma adalah kemampuannya menyesuaikan metabolisme untuk mendukung pertumbuhan dan bertahan dari serangan terapi. Akan tetapi, studi terbaru mengindikasikan bahwa kelemahan dalam jalur metabolisme ini justru bisa dijadikan celah untuk memperkuat efektivitas terapi yang ada.

Peneliti dari Universitas Michigan menemukan bahwa glioblastoma sangat bergantung pada asam amino serin untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ketergantungan ini berpotensi menjadi titik serang. Studi yang dipublikasikan di Nature pada 3 September lalu menunjukkan bahwa pembatasan asupan serin melalui pola makan dapat membuat sel kanker lebih rentan terhadap kemoradiasi. Hasilnya, tikus percobaan yang menerima kombinasi terapi ini bertahan hidup lebih lama dibandingkan yang hanya menerima pengobatan standar.

Untuk mengungkap jalur metabolisme yang digunakan oleh tumor, tim peneliti melakukan pendekatan langsung ke jaringan pasien. Pasien kanker otak yang akan menjalani operasi diberikan infus glukosa yang telah dilabel secara isotop agar perjalanannya dalam tubuh bisa dilacak. Jaringan tumor dan jaringan otak sehat yang diangkat selama operasi kemudian dianalisis secara metabolik.

Hasil analisis menunjukkan perbedaan signifikan antara sel sehat dan sel tumor dalam cara mereka memetabolisme glukosa. Sel sehat menggunakan glukosa untuk menghasilkan energi dan serin, yang digunakan dalam fungsi seluler normal, termasuk produksi neurotransmiter. Sementara itu, sel tumor mengarahkan glukosa untuk memproduksi nukleotida, bahan dasar pembentukan DNA yang sangat dibutuhkan untuk replikasi sel kanker. Selain itu, tumor juga mengambil serin dari lingkungan sekitarnya untuk mempercepat pertumbuhan.

Tim peneliti melihat peluang dari ketergantungan ini. Dalam uji coba pada tikus yang telah ditanamkan sel glioblastoma manusia, mereka menerapkan pola makan rendah serin. Tujuannya adalah mengganggu pasokan serin dari luar, sehingga memaksa sel kanker memproduksi serin sendiri dari glukosa. Proses ini membuat sel kanker kekurangan bahan untuk membuat nukleotida dan melemahkan kemampuannya memperbaiki DNA yang rusak akibat terapi.

Hasilnya cukup menjanjikan. Tikus yang mendapat terapi gabungan, diet rendah serin dan kemoradiasi, memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan tikus yang hanya menjalani kemoradiasi. Peneliti memperkirakan bahwa pendekatan ini hanya akan efektif dalam jangka waktu tertentu, karena sel kanker dikenal sangat adaptif dan bisa mengubah jalur metaboliknya saat terdesak.

Namun demikian, informasi yang diperoleh dari pelacakan isotop glukosa memberikan alat baru bagi peneliti untuk mengidentifikasi jenis tumor mana yang paling rentan terhadap pendekatan ini. Sebagian tumor lebih aktif memproduksi serin sendiri, sementara yang lain lebih banyak mengambil dari luar. Pengetahuan ini bisa digunakan untuk menyesuaikan terapi berbasis diet sesuai karakteristik tumor setiap pasien.

Tim peneliti menyadari bahwa menerapkan diet ketat pada pasien kanker tidaklah mudah, terutama di tengah jadwal pengobatan yang sudah berat. Tetapi bila strategi ini terbukti efektif, penggabungan pola makan khusus dengan terapi konvensional bisa menjadi terobosan penting dalam mengatasi glioblastoma.

Selain serin, penelitian ini juga membuka pintu untuk menjajaki intervensi diet terhadap jalur metabolik lain yang digunakan tumor. Serin dipilih karena mudah dikontrol melalui diet dan suplemen bebas serin, namun masih banyak potensi modifikasi nutrisi lain yang bisa dieksplorasi di masa depan.

Studi ini menunjukkan bahwa glioblastoma memiliki kerentanan metabolik yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas terapi. Dengan membatasi asupan serin, sel kanker terpaksa memproduksi serin sendiri, mengganggu produksi nukleotida, dan menjadi lebih lemah terhadap serangan kemoradiasi. Hasil pada tikus menunjukkan perpanjangan usia hidup secara signifikan, dan uji klinis pada manusia tengah disiapkan untuk memvalidasi temuan ini.

Jika terbukti berhasil pada manusia, pendekatan ini berpotensi merevolusi cara pengobatan kanker otak dilakukan. Terapi tidak lagi hanya bergantung pada obat, tetapi juga intervensi gizi yang tepat sasaran berdasarkan pemetaan metabolik tumor. Meskipun tantangan implementasi tetap besar, hasil awal ini dapat memberikan dasar ilmiah bagi pengembangan terapi kombinasi berbasis nutrisi.

Perlu diperhatikan bahwa artikel ini disajikan untuk tujuan informasi saja dan tidak dimaksudkan sebagai saran medis atau saran terkait pola makan.

Diolah dari artikel:
“Diet change could make brain cancer easier to treat, early study hints” oleh RJ Mackenzie.

Link: https://www.livescience.com/health/cancer/diet-change-could-make-brain-cancer-easier-to-treat-early-study-hints

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *