Refleksi Pendidikan Kita

Sumber ilustrasi: Freepik

5 September 2025 11.10 WIB – Akar
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Apakah dunia pendidikan berkeberatan menjadi obyek refleksi? Kita mengandaikan tidak. Bahkan kita bayangkan bahwa dunia pendidikan membutuhkan refleksi. Suatu refleksi jujur untuk melihat diri dan seluruh kehadirannya. Jika hal ini dapat dipandang sebagai kesempatan, maka pandangan berikut ini dapat diajukan ke depan. Begini:

Jika kita berkesempatan berdialog dengan para pelaku masa lalu, sangat mungkin akan dikatakan bahwa pada masa lalu, pendidikan dipandang sebagai proses yang menyeluruh, menyentuh seluruh lapisan kehidupan subyek yang belajar. Pendidikan tidak dipersepsi sebagai alat semata, melainkan sebagai medan pengalaman yang membentuk manusia dalam relasinya dengan dunia, sesama, dan dengan dirinya sendiri. Proses belajar menyatu dengan kehidupan itu sendiri, tidak terpisah sebagai fase sementara atau jalur menuju tempat lain. Dalam konteks tersebut, pendidikan mengandung makna transformasi batin, pematangan intelektual, dan pemekaran kesadaran moral. Belajar bukan sekadar menghafal atau menguasai keterampilan teknis, melainkan mengalami perjumpaan dengan pengetahuan sebagai sesuatu yang hidup, yang membentuk pandangan dunia dan menuntut keterlibatan eksistensial.

Pengetahuan, dalam pandangan masa lalu, bukan tumpukan data yang dikumpulkan secara mekanis, melainkan buah dari dialog, kontemplasi, dan refleksi. Guru bukan semata penyampai materi, tetapi pembimbing dalam perjalanan batin dan intelektual. Murid tidak diperlakukan sebagai konsumen informasi, tetapi sebagai peziarah yang mencari kebenaran. Pendidikan berlangsung dalam ruang yang memungkinkan kebebasan berpikir, kesabaran dalam memahami, dan keberanian untuk mempertanyakan. Segala atribut fisik seperti ruang kelas, buku, atau institusi bersifat mendukung proses tersebut, bukan menjadi pusat perhatian. Yang dinilai adalah kedalaman pemahaman, ketulusan dalam mencari, dan kesanggupan untuk bertanggung jawab terhadap pengetahuan yang diperoleh.

Apakah kesemuanya masih bertahan? Dalam batas tertentu, atau dari sudut tertentu, dapat dikatakan bahwa pada masa kini, terjadi transformasi yang mendasar dalam struktur dan orientasi pendidikan. Proses belajar tidak lagi berdiri sebagai tujuan, tetapi sebagai perantara menuju dunia kerja. Pendidikan dipersempit menjadi fase persiapan, bukan sebagai pengalaman yang bernilai pada dirinya sendiri. Reduksi ini membentuk paradigma baru, di mana setiap aktivitas belajar diukur berdasarkan kegunaannya dalam struktur ekonomi. Kualitas pembelajaran dipertanyakan bukan karena kurangnya pemahaman, melainkan karena minimnya relevansi pasar. Pertanyaan filosofis digantikan oleh permintaan terhadap keterampilan praktis yang dapat segera diaplikasikan. Orientasi terhadap kerja bukan muncul sebagai akibat dari pendidikan yang bermakna, tetapi sebagai tujuan tunggal yang membentuk seluruh sistem pendidikan itu sendiri.

Dalam ruang yang disebut sebagai “ruang tunggu”, pendidikan diklasifikasi secara tajam berdasarkan status institusi, jaringan sosial, dan daya saing simbolik. Setiap lembaga, program studi, dan bahkan gelar akademik dikaitkan dengan nilai pasar. Proses klasifikasi ini bersifat eksklusif. Bukan hanya memisahkan antara yang beruntung dan yang kurang beruntung, tetapi juga menciptakan mekanisme penyingkiran yang sistematis. Ruang-ruang belajar berubah menjadi medan seleksi, bukan pembentukan. Perbedaan antara satu institusi dengan lainnya tidak ditentukan oleh kualitas diskursus atau kedalaman pengajaran, melainkan oleh asosiasi sosial, fasilitas fisik, dan kekuatan merek. Pertanyaan yang muncul bukan “apa yang dipelajari?”, melainkan “dari mana berasal?”. Posisi seseorang dalam dunia kerja lebih ditentukan oleh tempat menunggu daripada kualitas keterlibatan dalam proses belajar.

Logika pertunjukan meresap ke dalam seluruh dimensi pendidikan. Karena status pendidikan dipertaruhkan dalam dunia kerja, maka impresi menjadi segalanya. Gedung kampus, seragam, sertifikat, dan citra media mengalahkan isi pembelajaran. Ruang kelas berubah menjadi panggung. Guru menjadi penyaji konten, bukan pemantik dialog. Mahasiswa menjadi pengguna sistem, bukan subyek pencipta pengetahuan. Materi disusun bukan berdasarkan pertimbangan filosofis atau kebutuhan masyarakat, melainkan sesuai permintaan pasar dan daya saing institusi. Akibatnya, segala sesuatu yang menyusun citra pendidikan digenjot hingga melampaui substansi pengetahuan itu sendiri.

Fenomena ini menghasilkan pendidikan yang kehilangan daya reflektif dan transformatif. Pengalaman belajar tidak lagi diarahkan pada pertumbuhan batin atau pembentukan kebajikan, tetapi pada penyusunan portofolio dan kredensial. Pengetahuan menjadi produk yang dikemas untuk dijual, bukan kebenaran yang harus dikejar. Proses belajar dibatasi oleh waktu, diatur oleh jadwal, dan dikendalikan oleh sistem penilaian yang membekukan segala bentuk kreativitas. Dalam atmosfer semacam ini, yang hadir adalah himpunan pengguna—mereka yang datang untuk menerima, bukan mencipta; untuk mengakses, bukan menggali; untuk mendapatkan posisi, bukan untuk memahami dunia secara mendalam.

Apa makna kesemuanya itu? Bagi kita perubahan ini begitu dalam dan tidak dapat diremehkan. Ketika pendidikan menjadi sekadar sarana menuju kerja, maka manusia diubah menjadi alat produksi. Keberadaan subyek dikerdilkan menjadi nilai tukar. Pendidikan kehilangan perannya sebagai penjaga ruang batin, pelindung kebebasan berpikir, dan penjembatan antara manusia dengan realitas. Yang tersisa adalah sistem yang efisien tetapi hampa, penuh aktivitas tetapi miskin makna. Dalam kondisi semacam itu, pertanyaan mendasar perlu diajukan kembali: untuk siapa pendidikan diselenggarakan? Untuk apa belajar? Dan bagaimana membangun ruang di mana pengetahuan tidak hanya dikuasai, tetapi dihidupi? Soalnya: apakah pertanyaan ini masih punya tempat dalam dunia yang telah berubah? [desanomia – 050925 – dja]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *